Pages

Sunday, October 10, 2010

DIAM

Bismillahirrahmanirrahim...

"Barangsiapa yang banyak perkataannya,nescaya banyaklah silapnya.
Barangsiapa yang banyak silapnya,nescaya banyaklah dosanya.
Dan barangsiapa yang banyak dosanya,nescaya neraka lebih utama baginya."
(Riwayat Abu Naim)


Alkisah seorang lelaki fakir yang menyara hidupnya hanya dengan mengumpul kayu api untuk dijual di pasar. Hasil yang diperolehinya hanya cukup untuk menjamah makanan. Bahkan,dia masih tidak mampu menampung keperluan harian yang lain. Tetapi, dia terkenal dengan kesabarannya.

Pada suatu hari, seperti kebiasaanya, dia pergi ke hutan untuk mengumpul kayu api. Setelah lama berpenat lelah, dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu api. Lalu dipikulnya sambil berjalan menuju ke pasar. Setibanya di pasar kelihatan orang ramai berpusu-pusu dan suasana agak sesak. Kerana khuatir orang sekeliling akan terkena hujung kayu yang agak runcing, dia pantas berteriak, "Ke tepi...ke tepi! kayu api mau lalu!."

Orang-orang sekelilingnya segera memberi laluan bagi mengelakkan diri daripada terkena hujung kayu yang tajam itu. Lelaki fakir itu masih berteriak sambil melalui orang ramai demi mengingatkan tentang kehadirannya. Tiba-tiba,muncul seorang bangsawan yang kaya-raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Pada saat itu,lelaki fakir itu terkejut sehingga tidak sempat menghindarinya. Akibatnya, hujung kayu apinya tersangkut di baju bangsawan itu dan terobek. Bangsawan itu terus memarahinya dan tidak menghiraukan keadaan si penjual kayu api itu. Tidak puas dengan itu, dia kemudian menyeret si penjual itu ke muka pengadilan bagi menuntut ganti rugi atas kerosakan bajunya.

Setibanya di hadapan hakim, bangsawan kaya itu lantas menceritakan kejadian yang terjadi. Hakim berkata, "Mungkin dia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara itu, si penjual itu hanya diam seribu bahasa. Setelah hakim mengajukan beberapa kemungkinan yang sering dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada penjual kayu api itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya,dia tidak menjawab sama sekali, malah diam membisu. Disebabkan segala pertanyaannya tidak terjawab, sang hakim akhirnya berkata kepada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak dapat memperingatkanmu ketika di pasar tadi."

Bangsawan itu agak geram mendengar penjelasan hakim itu lalu berkata, "Tidak mungkin! Dia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang dia bisu!" dengan nada sedikit emosi. "Yang pasti saya tetap mau minta ganti rugi," lanjutnya.

Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak ke tepi?" Jika dia sudah memperingatkan, bermakna dia tidak bersalah. Engkau yang kurang mempedulikan peringatannya."

Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu terdiam dan bingung. Dia telah menyedari ucapannya itu ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya dia pun berlalu pergi dengan perasaan yang amat malu. Si penjual kayu api itu bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada sang hakim. Dia terselamat daripada tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya berDIAM.



HIKMAH DIAM
perhiasan tanpa berhias
tanda kehebatan diri
benteng diri tanpa pagar
tertutup segala keaiban diri

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam"

(Riwayat Bukhari & Muslim)


"Barangsiapa diam maka terlepas daripada bahaya"

(Riwayat At-Tarmizi)


Sekiranya kata-kata yang ingin diungkapkan tidak berharga buat diri dan orang lain, lebih baik berDIAM

Wallahu A'lam

4 comments:

Nashrah Basyirah said...

masyAllah, suka ngan hadis dn crita kt atas ni..
DIAM lebih baik!
entri yg mnarik ^^

mrym said...

alhamdulillah..Allah yg ilhamkan..
"diam-diam ubi berisi"
^_^

AskZhye said...

yaa... sy suka notes2 yg mrym post ne... ^^ silent itu lbih bek..

Anonymous said...

kereeen ceritax ...

Post a Comment